BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dewasa ini banyak
masalah yang timbul lebih cepat. Sebelum kita dapat mengidentifikasi masalah
itu, yang pasti tampak cara untuk memperoleh kejelasan dan ha
l ini tidak dapat
dipisahkan dengan masalah-masalah itu. Semakin lama masalah itu menjadi sangat
komplek. Juga dalam masalah-masalah itu selalu terjadi perubahan terutama
masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
Di era reformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, perbaikan kegiatan belajar dan mengajar harus
diupayakan secara maksimal agar mutu pendidikan meningkat, hal ini dilakukan
karena majunya pendidikan membawa implikasi meluas terhadap pemikiran manusia
dalam berbagai bidang sehingga setiap generasi muda harus belajar banyak untuk
menjadi manusia terdidik sesuai dengan tuntunan zaman.
Berhasilnya suatu
tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses belajar mengajar yang dialami
oleh siswa seorang guru dituntut untuk teliti dalam memilih dan menerapkan
metode mengajar yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Masalah yang
timbul dalam proses belajar mengajar disebabkan kurang hubungan komunikasi
antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa yang lainnya sehingga proses
interaksi menjadi vakum.
Untuk lebih
meningkatkan keberhasilan belajar siswa diantaranya dapat dilakukan melalui
upaya memperbaiki proses pengajaran sehingga dalam perbaikan proses pengajaran
ini peranan guru sangat penting. Selaku pengelola kegiatan siswa, guru juga
diharapkan membimbing dan membantu siswa.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diperoleh adalah:
1. Bagaimamakah masalah yang dihadapi dalam proses
pembelajaran?
2. Bagaimana cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam
proses pembelajaran?
3. Bagaimana cara menyusun perbaikan dalam mengatasi
dalam proses pembelajaran?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui
masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
2.
Untuk mengetahui
cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
3.
Untuk mengetahui
cara menyusun perbaikan dalam mengatasi msalah dalam proses pembelajaran.
D.
Manfaat Penulisan
1.
Manfaat bagi
mahasiswa sebagai calon guru
Dengan adanya pelaksanaan PTK,
kesalahan dan kesulitan dalam proses pembelajaran akan dengan cepat dianalisis
dan diagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan
berlarut-larut.
2.
Manfaat bagi
guru
Dengan melakukan
PTK, Guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran
di kelas atau di ruang kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masalah Yang Dihadapi Dalam Proses Pembelajaran
1.
Masalah Dalam Belajar
a.
Masalah Internal
Dalam Belajar
Dalam interaksi belajar
mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar
yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan
bahan belajar. Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses yaitu
proses belajar sesuatu. Aktivitas belajar tersebut juga dapat diketahui oleh
guru dari perlakukan siswa terhadap bahan belajar.
Proses belajar
merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak
belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah. Masalah intern
belajar juga siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar
dengan baik. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang
berpengaruh para proses belajar siswa.
1) Faktor Jasmaniah
a.
Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam
keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit.
Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh
terhadap belajarnya.
Agar seseorang dapat
belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin.
b.
Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah
sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau
badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.
2) Faktor Psikologis
a.
Inteligensi
Intelegensi besar
pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak. Dalam situasi yang sama, siswa
yang berintelegensi tinggi akan lebih berhasil daripada mereka yang
berintelegensi rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat inteligensi
yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena
belajar adalah proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya,
siswa yang mempunyai tingkat inteligensi normal dapat berhasil dengan baik
dalam belajar, jika ia belajar dengan baik. Jika siswa memiliki inteligensi
yang rendah, ia perlu mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus.
b.
Perhatian
Untuk dapat menjamin
hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan
yang dipelajarinya, sebab jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian bagi
siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak lagi suka untuk belajar.
Pemusatan perhatian tentu supaya tujuan pada isi bahan belajar maupun proses
memperolehnya.
c.
Minat
Minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Kegiatan yang diminati, seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai
dengan rasa senang.
Minat besar pengaruhnya
terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai
dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena
tidak ada daya tarik bagiannya. Ia segan-segan untuk belajar, ia tidak
memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat
siswa menambah kegiatan belajar.
d.
Bakat
Bakat adalah kemampuan
untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik. Misalnya akan
lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang yang kurang
atau tidak berbakat dibidang itu.
e.
Motif
Motif erat sekali
hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu
dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat,
sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya
penggerak/ pendorongnya.
f.
Kematangan
Kematangan adalah suatu
tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang. Dimana alat-alat tubuhnya sudah siap
untuk melaksanakan kecakapan baru. Anak yang sudah siap (matang) belum dapat
melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika
anak sudah siap (matang).
g.
Rasa percaya
diri siswa
Rasa percaya diri
timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi
perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengajuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
Semakin siswa sering mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya
dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan
merasa lemah percaya dirinya.
h.
Kebiasaan
belajar
Kebiasaan-kebiasaan
belajar siswa akan mempengaruhi kemampuannya dalam berlatih dan menguasai
materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa
belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan
belajar, bersekolah hanya untuk bergensi, datang terlambat bergaya pemimpin.
Kebiasaan-kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakpengertian siswa dengan
arti belajar bagi diri sendiri.
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada
seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat
dengan lemah lunglainya tubuh dan kebiasaan, sehingga minat dan timbul
kecenderungan untuk membaringkat tubuh.
Kelelahan rohani dapat
dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala
dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah itak
kehabisan daya untuk bekerja.
b.
Masalah Eksternal Dalam Belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik
siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi tambah
kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar
dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program
pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor
ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor
ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor ekstern tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya
mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi
pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang
pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang study tertentu. Sebagai
seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah
pengembangan diri, pemenuhan hidup sebagai manusia. Dengan penghasilan yang
diterimanya setiap bulan ia dituntut berkemampuan hidup layak sebagai seorang pribadi
guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan wilayah tempat tinggal dan
tugasnya. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Ia bekerja dan
bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Mengatasi masalah-masalah
keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru merupakan
pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan
keberhasilan guru membelajarkan seorang siswa.
2)
Prasarana dan sarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah,
ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan
olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan
fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lainnya.
Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa
lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses
belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah-masalah bagaimana mengelola
prasarana dan sarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang
berhasil baik.
3)
Kebijakan Penilaian
Kebijakan penilaian merupakan proses belajar
mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai
suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk
sementara. Dan terjadilah penilaian pelaku aktif dalam belajar dalam siswa.
Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar atau proses pembelajaran.
Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi, dari sisi siswa hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognotif,
efektif dan psikomotor. Hasil belajar dinilai dari ukuran-ukuran guru, tingkat
sekolah dan tingkat nasional. Jika digolongkan lulus maka dapat dikatakan
proses belajar siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara. Jika
digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan
mengajar ulang bagi guru.
4)
Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang
diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan
pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu,
jelaslah bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa.
Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar.
5)
Metode Mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus
dilalui di dalam mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Akibatnya siswa malas atau
kurang semangat dalam proses belajar.
c. Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Masalah Dalam Belajar
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah
belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1) Faktor-faktor
internal, antara lain:
a) Fisiologis
b) Psikologis
2) Faktor
eksternal
a) Sekolah
b) Lingkungan.
2.
Masalah
Dalam Mengajar
Mengajar sebagai proses
pemberian atau penyampaian pengetahuan saja tidak cukup, tetapi harus diiringi
dengan mendidik. Artinya guru secara tidak langsung harus dapat membimbing
siswa untuk melakukan dan menyadari etika, budaya serta moral yang berlaku di tempat
siswa tinggal. Guru bukan sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada
para siswa, melainkan guru sebagai fasilitator, teman dan motivator. Oleh
karena itu, pengajaran minimal harus dipandang sebagai suatu proses sistematis
dalam merencanakan, mendesain, mempersiapkan, melaksanakan,dan mengevaluasi
kegiatan-kegiatanpembelajaran secara efektif dalam jangka waktu yang layak.
Berdasarkan pengalaman
guru di lapangan. Masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan pengajaran
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1)
Masalah pengarahan
Di waktu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
proses belajar-mengajar, kebanyakan guru kurang memiliki keterampilan dalam:
a.
Berorientasi kepada tujuan pelajaran.
b.
Mengkomunikasikan tujuan pelajaran
kepada siswa.
c.
Memahami cara merumuskan tujuan umum dan
khusus.
d.
Menyesuaikan tujuan pelajaran dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa.
e.
Merumuskan tujuan instruksional jelas.
Keadaan ini mengakibatkan secara jelas terhadap
tujuan mempelajari materi tersebut, mereka tidak mendapat kepuasan dalam
menerima pelajaran, siswa menyadari bahwa tujuan pelajaran yang diberikan guru
tidak relevan dengan kebutuhannya tidak bermakna bagi kehidupannya di kemudian
hari.
2)
Masalah evaluasi dan penilaian
Guru dalam tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan
evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a.
Guru dalam menyusun kriteria
keberhasilan tidak jelas
b.
Prosedur evaluasi tidak jelas
c.
Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip
evaluasi yang efisien dan efektif.
d.
Kebanyakan guru memiliki cara penilaian
yang tidak seragam.
e.
Guru kurang menguasai teknik-teknik
evaluasi.
f.
Guru tidak memanfaatkan analisa hasil
evaluasi sebagai bahan umpan balik.
Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima
evaluasi tidak puas. Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya.
Guru juga tidak mengetahui apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran
yang diberikan atau belum. Guru tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada
perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.
3)
Masalah isi dan urut-urutan pelajaran
Dalam membuat perencanaan pengajaran, yang kemudian
akan dilaksanakan dan dievaluasi, guru dalam menyusun isi dan urutan bahan
pelajaran menemukan masalah sebagai berikut:
a.
Guru kurang menguasai materi
b.
Materi yang disajikan tidak relevan
dengan tujuan
c.
Materi yang diberikan sangat luas
d.
Guru kurang mampu dalam menyesuaikan
penyajian bahan dengan waktu yang tersedia
e.
Guru kurang terampil dalam
mengorganisasikan materi pelajaran.
f.
Guru kurang mampu mengembangkan materi
pelajaran yang diberikannya.
g.
Guru kurang mempertimbangkan urutan
tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang diberikan.
4)
Masalah metode dan sistem penyajian
bahan pelajaran
Agar guru dapat menyajikan bahan pelajaran dengan
menarik dan berhasil, maka perlu menguasai beberapa teknik sistem penyajian.
Juga dapat memilih siswa penyajian yang tepat untuk setiap materi tertentu yang
akan disajikan, ataupun dapat membuat variasi dalam menyajikan bahan tersebut.
Namun dengan demikian dalam pengamatan pelaksanaan pengajaran itu para guru
menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a.
Guru kurang menguasai beberapa siswa
penyajian yang menarik dan efektif.
b.
Pemilihan metode kurang relevan dengan
tujuan pelajaran dan materi pelajaran.
c.
Kurang terampil dalam menggunakan metode
d.
Sangat terikat pada satu metode saja
e.
Guru tidak memberikan umpan balik pada
tugas yang dikerjakan siswa.
5)
Masalah hambatan-hambatan
Dalam pelaksanaan pengajaran guru kadang-kadang
menemui banyak hambatan, diantaranya ialah:
a.
Banyak guru kurang menggunakan perpustakaan
sebagai sumber belajar.
b.
Guru kurang mempertimbangkan latar
belakang siswa yang tidak sama.
c.
Guru kurang mengerti tentang kemampuan
dasar siswa yang kurang.
d.
Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah
e.
Keadaan sarana yang kurang
f.
Guru kurang mampu dalam menguasai bahasa
Inggris.
Dengan menemukan hambatan-hambatan itu dalam
pengajaran menjadi kurang lancar. Guru mengalami kesulitan dalam meningkatkan
proses belajar mengajar agar hasilnya efektif dan efisien. Begitu juga siswa
sendiri kurang bersemangat untuk mendalami setiap bagian pengetahuan yang
diperolehnya di bangku sekolah.
B.
Cara Mengatasai Masalah Yang Dihadapi Dalam Proses
Pembelajaran
1.
Cara mengatasi masalah dalam belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif
seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju
arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu
mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai
mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan
belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses
belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat
mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan,
sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecendrungan tidak semua
siswa mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang
baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah
yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah,
padahal masalah yang dihadapinya cukup berat.
Dilihat dari jenisnya evaluasi ada empat, yaitu
sumatif, formatif, penempatan, dan diagnostik.
1.
Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor
penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks
Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa,
bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton
membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan
kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor
yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan
kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi
psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan
sejenisnya.
2.
Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil
keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi
kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama
menangani kasus – kasus yang dihadapi.
3.
Tes diagnostik
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes
diagnostik kesulitan belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes
itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah
ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui
pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal,
untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes
dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar
dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan
melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan
belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes
diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka
terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna
memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu
mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan
menjadi lebih mudah dan terarah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya
ujian akhir nasional (UAN) dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian
siswa sangat berat. Pihak sekolah dalam menghadapi
Salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru, harus
memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa
tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik.
Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan efesien, penulis yakin permasalah
perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik
4.
Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan
belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
1.
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan.
2.
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal
ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada
hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra
kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3.
Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya
dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari
suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk
dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui
tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2.
Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis,
karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a)
substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau
(d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang
disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk
mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani
dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan;
(e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan
moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu
senggang.
3.
Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih
berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan
dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat
dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya
menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka
selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi
kepada ahli yang lebih kompeten.
4.
Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan
masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa
pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan
masalah yang dihadapi siswa.Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas
telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan
belajar, yaitu :
•
Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang
dibahas;
•
Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui
layanan, dan• Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah
pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan
masalah yang dialaminya.
d.
Model Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai
dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing);
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4)
Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular
Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi
pembelajaran inkuiri (inquiry).
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing
model pembelajaran tersebut.
1.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau
biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada
keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga
peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan
kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan
sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran
yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik belajar.
2.
Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi,
kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan,
sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, (E. Mulyasa, 2003)
mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan
suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun
tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap
pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8)
pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi
pengalaman dan pengambilan keputusan.
3.
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and
Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara
aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan
meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran
partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta
didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan
peserta didik.
Pengembangan
pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta
didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar
siap belajar dan membelajarkan
3.
Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan
belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola
pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri
terhadap proses dan hasil belajar.
4.
Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat
semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang
maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik
memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan
dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran
yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang
gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus
diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan
perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang
lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta
didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang
dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar
tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama
evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan
bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan
dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai
tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai
bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non
belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk
memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa
kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah
pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran
sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan
dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan
penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom,
meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2)
mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi
dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan
kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam
pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang
gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari
sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang
membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal,
belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem
belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah
media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet)
untuk mengefektifkan proses belajar.
5.
Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan
tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk
digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para
guru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan
sumber belajar apa yang harus digunakan.
2.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan
sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1)
memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan
kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang
telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran
yang spesifik dan dapat diukur.
3.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta
didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan
mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran
(role playing), simulasi dan berdiskusi.
4.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta
didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta
tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar
peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam
mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan
beberapa komponen, di antaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar
kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6)
kunci jawaban.
Komponen-komponen
tersebut dikemas dalam format modul, sebagai berikut :
1.
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
2.
Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai
peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan
terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
3.
Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan dari mana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
4.
Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik
tentang tujuan belajar yang dicapainya.
5.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan
digunakan oleh peserta didik.
6.
Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan
pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah
mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan
situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan
penelitian terhadap setiap peserta didik.
6.
Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang
merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek
sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang
siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya;
dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran
dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya
dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1.
Merumuskan masalah; kemampuan yang
dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya
masalah dan (c) merumuskan masalah.
2.
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang
dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan
menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan
yang ada secara logis; dan merumuskan
3.
Menguji jawaban tentatif; kemampuan
yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi
peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b)
menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data
dan mengklasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat
hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend,
sekuensi, dan keteraturan.
4.
Menarik kesimpulan; kemampuan yang
dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan
kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam
mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor,
konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan
merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
2.
Mengatasi Masalah Dalam Mengajar
Keterampilan
mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam
pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara
efektif dan efesien. Disamping itu, keterampilan dasar merupakan syarat mutlak
agar guru bias mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang akan
dibahas pada bab-bab selanjutnya. Ada beberapa keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru, antara
lain:
1. Keterampilan
membuka pelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana
siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang
akan dipelajari.
2. Keterampilan
menjelaskan, yaitu guru menyajikan informasi lisan yang diorganisasikan secara
sistematis dengan tujuan. Dalam mempunyai keterampilan penjelasan guru dapat dengan mudah membimbing
siswa untuk memahami suatu konsep, teori, pertanyaan-pertanyaan, dll.
3. Keterampilan
bertanya, ketarampilan ini juga tidak
kalah penting dengan keterampilan yang lainnya. Mengapa demikian, sebab melalui
keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih bermakna.
Dapat anda rasakan, pembelajaran akan menjadi sangat membosankan manakala
selama berjam-jam guru hanya menjelaskan materi pelajaran tanpa diselingi
dengan pertanyaan, baik hanya sekedar pertanyaan pancingan, atau pertanyaan
untuk mengajak siswa berpikir.
4. Keterampilan
memberikan Penguatan (reinforcement), adalah segala bentuk respons,
apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari
modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan
memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima atas
perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan
respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
5. Keterampilan
menutup pelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan
pelajaran. Usaha menutup pelajaran dimaksudkan untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari, mengetahui tingkat keberhasilan
guru dalam proses pembelajaran.
C.
Rencana Penyusunan Perbaikan Masalah
Ikuti
prinsip smart dalam perencanaan. SMART adalah kata bahasa inggris yang artinya
cerdas. Akan tetapi, dalam proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari
lima huruf bermakna. Adapun makna dari masing-masing huruf adalah sebagai
berikut.
a.
S – Specific, khusus, tidak terlalu umum
b.
M – Managable, dapat dikelola, dilaksanakan
c.
A – Acceptable, dapat diterima lingkungan,
atau
Achievable, dapat dicapai, dijangkau
d.
R – Realistic, operasional, tidak di luar
jangkauan
e.
T – Time-bound,
diikat oleh waktu, terencana.
Ketika
guru menyusun rencana tindakan, harus mengigat hal-hal yang disebutkan dalam
SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus :
1)
Khusus spesifik,
tidak terlalu luas misalnya melakukan penelitian untuk pelajaran bahasa
(Indonesia, Inggris, atau yang lain), tetapi hanya satu aspek saja, misalnya
aspek berbicara, aspek membaca, aspek mendengarkan, atau aspek menulis. Dengan
demikian, langkah dan hasilnya dapat jelas karena spesifik.
2)
Mudah dilakukan,
tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari lokasi,
mengumpulkan hasil, mengoreksi, dan kesulitan bentuk lain.
3)
Dapat diterima
oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru
memberikan tindakan, dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya.
4)
Tidak menyimpang
dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai
tindakan.
5)
Tindakan
tersebut sudah tertentu jangka waktunya, yaitu kapan dapat dilihat hasilnya.
Batasan waktu ini penting agar guru mengetahui betul hasil yang diberikan
kepada siswa, dan lain kali kalau akan diulang, rencana pelaksanaanya sudah
jelas. Sebagai contoh, sebuah penelitian tindakan dapat direncanakan dalam
waktu satu bulan, satu semester, atau satu tahun.
Di
antara unsur dalam SMART, unsur yang sangat penting karena terkait dengan
subjek yang dikenai tindakan adalah unsur ketiga, yaitu A:Acceptable, dapat
diterima oleh subjek yang akan diminta melakukan sesuatu oleh guru. Oleh karena
itu, sebelum guru menentukan lebih lanjut tentang tindakan yang akan diberikan,
mereka harus diajak bicara. Tindakan yang akan diberikan oleh guru dan akan mereka
lakukan harus disepakati dengan sukarela. Dengan demikian, guru dapat
mengharapkan tindakan yang dilakukan oleh siswa dilandasi atas kesadaran dan
kemauan penuh. Dampak dari kemauan penuh itu menghasilkan semangat atau
kegairahan yang tinggi.
Demikian
juga apabila kepala sekolah atau pengawas ingin melakukan penelitian tindakan,
segera setelah mempunyai ide dan sebelum menyusun perencanaan subjek yang
dikenai tindakan harus diajak bicara, diskusi bagaimana sebaiknya agar dalam
implementasinya mendapat dukungan dari mereka, dan hasilnya akan baik. Namun,
perlu diwaspada agar pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti tidak
boleh terganggu atau terpengaruh oleh maksud baik atau buruk dari subjek yang
dikenai tindakan untuk dengan sengaja menyukseskan atau atau menggagalkan
tindakan yang dirancang oleh peneliti. Inilah hal yang kadang-kadang dapat
mengubah proses dan hasil tindakan.
Agar
guru dan siswa sama-sama puas dengan hasil dari penelitian tindakan yang
dilakukan oleh guru , hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian karya tulis
ilmiah adalah bahwa metode pembelajaran yang dilakukan seperti berikut.
1.
Bukan seperti
biasanya, tetapi harus cemerlang
Penelitian
tindakan harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa
atau subjek tindakan lain memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan.
Sesuai dengan prinsip nomer dua, yaitu adanya kesadaran dan keinginan untuk
meningkatkan diri, apa yang sudah ada, tindakan yang dilakukan harus berbeda
dari biasanya, karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Oleh karena itu, guru dalam melakukan tindakan harus memilih
sedemikian rupa sehingga diperkirakan akan dapat memberikan hasil yang lebih
baik.jika misalnya guru menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran, harus
jelas diterangkan apa perbedaan metode diskusi yang dilakukan dalam penelitian
tindakan ini dengan metode diskusi yang sudah umum dilakukan. Apabila hanya
sama saja dengan yang biasa, berarti tidak ada peningkatan.
Sebagai contoh
adanya perbedaan, jika dalam metode diskusi yang biasa, guru memberikan
tugas-siswa diskusi-lalu mempresentasikan hasil diskusi siswa yang lain
mendengarkan atau menyangah, maka dalam diskusi yang dilakukan dengan
penelitian tindakan harus ada bedanya, misal topiknya dibuat berbeda antar
kelompok. Perbedaan itu dapat juga dalam wujud menukarkan hasil diskusi untuk
dibahas oleh kelompok lain, penyajian dengan lomba teka-teki silang, atau
penyajian bentuk lain. Dalam hal ini, yang penting adalah bahwa diskusi
tersebut prosesnya tidak sama dengan yang biasa, tetapi harus tampak jelas
perbedaan atau penonjolannya, oleh karena itu, dalam rancangan harus ada uraian
tentanf keuangan/kecemerlangan dibanding dengan yang sebelumnya.
2.
Terpusat pada
proses, bukan semata-mata hasil
Penelitian
tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil dengan mengubah cara, metode, pendekatan, atau
strategi yang berbeda dari biasanya. Metode, pendekatan, atau strategi tersebut
berupa proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya,
kesesuaian dengan dan penyimpangannnya dari rencana, kesulitan atau hambatan
yang dijumpai, dan aspek lain yang berkaitan dengan proses. Seberapa jauh
proses ini sudah memenuhi harapan, lalu dikaitkan dengan hasil setelah satu
atau dua kali tindakan berakhir. Dengan kata lain, dalam melaksanakan
penelitian, peneliti tidak harus selalu berpikir dan mengejar hasil, tetapi
mengamati proses yang terjadi. Hasil yang diperoleh merupakan dampak dari
prosesnya.
Untuk mengetahui
apakah proses yang terjadi sudah baik atau belum, guru menggukan format
pengamatan yang terdiri dari butir-butir yang rinci. Pengamatan yang bisa
langsung dilakukan oleh pengamat, guru itu sendiri, atau siswa yang dilatih
untuk mengamati. Ketertiban siswa dalam pengamatan proses ini cukup penting
karena selain dapat melihat apa yang terjadi pada temannya, yaitu yang terjadi
diluar dirinya, juga dapat memikirkan dirinya sendiri apabila sedang dikenai
tindakan seperti itu. Akan tetapi, yang umumnya terjadi adalah guru hanya
meminta siswa lain memerhatikan, tetapi tidak menggunakan format. Pengamatan
tanpa format. Mungkin dilakukannya kurang serius, tidak cermat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Dengan perkataan lain bahwa istilah pembelajaran dapat diberi
arti sebagai kegiatan sistematik dan sengaja dilakukan oleh pendidik untuk
membantu peserta didik agar tercapai tujuan pembelajaran. di dalam pembelajaran
pendidik berperan penting dalam menfasilitasi perkembangan peserta didik,
dikarenakan pendidiklah yang bersinggungan langsung dengan objek pembelajaran
(peserta didik).
Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik.
Pertama-tama
pendidik harus mengetahui apa saja perannya didalam proses pembelajaran, baik
sebagai demonstrator, fasilitator, pengelola kelas, maupun sebagai motivator.
Begitu juga selanjutnya pendidik juga harus mengetahui komponen kinerja
professional guru, baik dari segi gaya mengajar, kemampuan berintraksi dengan
siswa, dll. Selanjutnya pendidik juga harus mengetahui dan mempunyai
keterampilan dasar seorang guru. Selanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah
pada UUD No 19, tentang Standar Pendidikan Nasional, bahwa setiap guru harus
mempunyai empat kompetensi yang harus ada dalam dirinya, yaitu ; kompetensi
pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi professional; dan kompetensi
social kemasyarakatan.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini, diharapkan kiranya dapat bermanfaat hususnya terhadap
kelompok ini. Agar supaya bisa memahami, membuat, dan menggunakan media
pendidikan dalam proses mengajara. Baik secara umum maupun terkhususnya
nantinya, sehingga pengalaman mengajar di masyarakat kelak dapat diperkaya dan
dapat menarik dan efektif sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kelompok kami
ini.
C.
Rangkuman
1.
Masalah Internal
Dalam Belajar
Dalam
interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar
selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis
berkenaan dengan bahan belajar. Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai
suatu proses yaitu proses belajar sesuatu. Aktivitas belajar tersebut juga
dapat diketahui oleh guru dari perlakukan siswa terhadap bahan belajar.
Proses
belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau
tidak belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah. Masalah intern
belajar juga siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar
dengan baik. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang
berpengaruh para proses belajar siswa.
2. Masalah
Eksternal Mengajar
Proses belajar didorong
oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi,
atau menjadi tambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain
aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan
baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah
merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan
beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar.
Mengajar sebagai proses
pemberian atau penyampaian pengetahuan saja tidak cukup, tetapi harus diiringi
dengan mendidik. Artinya guru secara tidak langsung harus dapat membimbing
siswa untuk melakukan dan menyadari etika, budaya serta moral yang berlaku di
tempat siswa tinggal. Guru bukan sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya
kepada para siswa, melainkan guru sebagai fasilitator, teman dan motivator.
Oleh karena itu, pengajaran minimal harus dipandang sebagai suatu proses
sistematis dalam merencanakan, mendesain, mempersiapkan, melaksanakan,dan
mengevaluasi kegiatan-kegiatanpembelajaran secara efektif dalam jangka waktu
yang layak.
Ketika
guru menyusun rencana tindakan, harus mengigat hal-hal yang disebutkan dalam
SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus :
6)
Khusus spesifik,
tidak terlalu luas misalnya melakukan penelitian untuk pelajaran bahasa
(Indonesia, Inggris, atau yang lain), tetapi hanya satu aspek saja, misalnya
aspek berbicara, aspek membaca, aspek mendengarkan, atau aspek menulis. Dengan
demikian, langkah dan hasilnya dapat jelas karena spesifik.
7)
Mudah dilakukan,
tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari lokasi,
mengumpulkan hasil, mengoreksi, dan kesulitan bentuk lain.
8)
Dapat diterima
oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru
memberikan tindakan, dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya.
9)
Tidak menyimpang
dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai
tindakan.
10) Tindakan tersebut sudah tertentu jangka waktunya,
yaitu kapan dapat dilihat hasilnya. Batasan waktu ini penting agar guru
mengetahui betul hasil yang diberikan kepada siswa, dan lain kali kalau akan
diulang, rencana pelaksananya sudah jelas. Sebagai contoh, sebuah penelitian
tindakan dapat direncanakan dalam waktu satu bulan, satu semester, atau satu
tahun.
LAMPIRAN
Soal dan Jawaban
1. Apa saja masalah internal dalam belajar?
2. Apa saja masalah eksternal dalam belajar?
3. Faktor apa yang menyebabkan masalah dalam belajar?
4. Bagaimana cara mengatasi masalah dalam proses
pembelajaran?
5. Tuliskan proses perencanaan dalam menyusun perbaikan
masalah!
Jawab:
1. Masalah internal dalam belajar, yaitu:
1)
Faktor Jasmaniah
2)
Faktor
Psikologis
3)
Faktor Kelelahan
2. Masalah eksternal dalam belajar, yaitu:
1) Guru
sebagai pembina siswa belajar
2) Prasarana
dan sarana pembelajaran
3) Kebijakan
Penilaian
4) Kurikulum
5) Metode
Mengajar
3. Faktor yang menyebabkan masalah dalam belajar,
yaitu:
1) Faktor-faktor
internal, antara lain:
a) Fisiologis
b) Psikologis
2) Faktor
eksternal
a) Sekolah
b) Lingkungan.
4. Cara mengatasi masalah dalam proses pembelajaran,
yaitu:
Dilihat dari jenisnya evaluasi
ada empat, yaitu sumatif, formatif, penempatan, dan diagnostik.
1. Diagnosis
Diagnosis
merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar
faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya.
2. Prognosis
Langkah
ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua
dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih
dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang
kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
3. Tes diagnostik
Pada
konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar
yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui
letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau
pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna
menolong siswa tersebut.
4. Bimbingan Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya.
5. Proses perencanaan dalam menyusun perbaikan masalah,
yaitu:
Ikuti prinsip smart
dalam perencanaan. SMART adalah kata bahasa Inggris yang artinya cerdas. Akan
tetapi, dalam proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari lima huruf
bermakna. Adapun makna dari masing-masing huruf adalah sebagai berikut.
S – Specific, khusus, tidak terlalu umum
M – Managable, dapat dikelola, dilaksanakan
A – Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau
Achievable, dapat
dicapai, dijangkau
R –
Realistic, operasional, tidak di luar jangkauan
T
– Time-bound, diikat oleh waktu,
terencana.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
suhardjono supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Kunandar. 2008.
Langkah Mudah Penenlitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers
Tersedia pada file:///C:/Users/Public/Documents/MAKALAH%20
PENELITIAN% 20TINDAKAN%20KELAS-%20BACINDUL%20BLOG.htm diakses pada tanggal 10 November 2014
0 komentar:
Post a Comment