بِسْــــــــــــــــــمِاﷲِالرَّحْمَنِاارَّحِيم
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Matematika adalah suatu bidang ilmu yang
melatih penalaran supaya berpikir logis dan
sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena itu, pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.
sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena itu, pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.
Dengan
memahami kekhasan matematika dan karakteristik siswa, dapat diupayakan
cara-cara yang sesuai agar tujuan pembelajaran, baik yang bersifat kognitif,
psikomotorik, dan afektif dapat tercapai dengan optimal.
Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar
neuron, yang satu sama lain berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga
memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan
lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan
program yang secara biologis tersimpan dalam DNA, dan organ tersebut
baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut.
Pada saat baru
lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya
hanya ¼ dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar
karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit
sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk
menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui
raba, speech (berbicara) dan images (daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).
Menurut Bloom
(1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses
memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana
manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman
.
Memori ingatan adalah
proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan
kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana seperti ini. Memori adalah
proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan
diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia
mempunyai kapasitas dan kecenderungan untuk berubah karena
menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya
sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item
hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term)
(items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term)
(penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Siapakah tokoh Jerome S. Bruner?
2.
Bagaimanakah proses dan penerapan belajar menurut Jerome S. Bruner ?
3.
Bagaimanakah Teori
Pengajaran Menurut Jerome Bruner?
4.
Bagaimanakah ciri
khas teori pembelajaran menurut Bruner?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengenal tokoh Jerome S. Bruner.
2.
Untuk mengetahui proses dan penerapan belajar
menurut Jerome S. Bruner.
3.
Untuk mengetahui Teori Pengajaran
Menurut Jerome Bruner.
4.
Untuk mengetahui ciri
khas teori pembelajaran menurut Bruner?
D.
MANFAAT PENULISAN
1.
Bagi penulis dapat menambah penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran Jerome S. Bruner.
2.
Bagi pembaca:untuk mengetahui materi tentang teori pembelajaran Jerome S.
Bruner guna memperluas ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MENGENAL LEBIH DEKAT JEROME S. BRUNER
Jerome Bruner
dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi
yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran,
proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahwa
perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu.
Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu
mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru
(lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Beliau bertugas
sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan
dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga
1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Proyek Madison di Amerika
Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di
Universiti Oxford di England.
Jerome S. Bruner
adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif.
Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian
banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam
mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua
prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model
mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada
kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau
pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya
ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung
pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu
”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau
pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut Bruner
belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir
secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa
untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan
pengarahan.
2.
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian,
ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi
pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya,
tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan
pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat
bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda
mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pengajaran didasarkan
kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada.
Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat
mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori
segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.
Dalam teori
belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan
tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan
atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna
dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru
yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
B.
PROSES DAN PENERAPAN BELAJAR
MENURUT JEROME S. BRUNER
Menurut
Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1)
informasi, (2) transformasi (3) evaluasi (pengkajian pengetahuan).
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan
belajarnya yang terkenal, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya
setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam
lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut
di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang
dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga
tahapan, yakni:
(1)
Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam
belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2)
Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan
anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek.
Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek,
melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek.
Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep.
(3)
Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol
secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai
transisi dari penggunaan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang
didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian
suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat
disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar
sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu.
Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan
padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia
pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat
diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan
tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner
ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif
kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel,
dan gagne), ternyata teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran
seseorang individu. Teori ini ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan
ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman
atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan
pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian.
Penerapan
model kognitif
dalam pembelajaran:
Belajar
|
Karakteristik
Teori
|
Penerapan
Dalam pembelajaran
|
Kognitif
Bruner
|
Model ini
sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan
peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
|
1.
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
2.
Memilih
materi pelajaran
3.
Menentukan
topik-topik yang akan dipeserta didiki
4.
Mencari
contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik
untuk bahan belajar
5. Mengatur
topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari
yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi
proses dan hasil belajar
|
Bermakna Ausubel
|
Dalam
aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke
khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik
|
1.
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
2.
Mengukur
kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes
awal, interviw, pertanyaan dll.
3.
Memilih
materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4.
Mengidentifikasikan
prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5.
Menyajikan
suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik
6.
Membuat
dan menggunakan “advanced organizer” paling tidak dengan cara membuat
rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian
singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan
dengan yang akan diberikan
7. Mengajar
peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah
ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep
yang ada
8.
Mengevaluasi proses dan hasil belajar
|
C.
TEORI PENGAJARAN MENURUT JEROME BRUNER
Bruner
berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang
sebagai pengenal (b) hakikat dari pengetahuan, dan (c) hakikat dari proses
mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan
berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan
kemampuan yang ada padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui
dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam
bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang
ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah
dimilikinya.
Kondisi dan
karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam
mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa
sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan
dunianya bukan semata-mata makhluk pasif menerima apa adanya.
Selanjutnya Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek utama yakni:
Selanjutnya Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek utama yakni:
1.
Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
2.
Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal.
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
3.
Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa
Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
4.
Peranan sukses dan gagal serta hakikat ganjaran dan hukuman
Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.
Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.
5.
Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungan sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Berdasarkan pemikiran
di atas, Bruner menganjurkan penggunaan metode
discovery learning, inquiry learning, dan problem solving.
Metode
discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan
expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus
mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Banyak
pendapat yang mendukung discovery learning itu, di antaranya J. Dewey (1993)
dengan complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem
solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Didalam
buku ini ia melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli science,
ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal
ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara
efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Bruner
mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran
yang lebih efektif bagi anak yang muda? Jawaban Bruner adalah dengan
mengkoordinasikan metode penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat
mempelajari bahan itu yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat
kemajuan anak dari tingkat representasi sensori (enactive) ke representasi
konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat representasi abstrak (symbolic).
The
Wat of Discovery dari Bruner
a.
Adanya satu
kenaikan di dalam potensi intelektual.
b.
Ganjaran intrinsik
lebih ditekankan daripada ganjaran ekstrinsik.
c.
Murid mempelajari
bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.
d.
Murid lebih senang
mengingat-ingat informasi.
D. CIRI KHAS TEORI PEMBELAJARAN MENURUT BRUNER
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur
pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong
siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada
hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk
belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang
untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan
nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau
keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk
merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan
pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan
suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin
bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,
perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu
sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi
pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang
disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world).
Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model
seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan
kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk
mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal
yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh
informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian
rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok
dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem
keterampilan untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem
keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of
presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif,
cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi
bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari
kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya
seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal.
Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep,
tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga
menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan
proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur
hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan
alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang
pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan
”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan
jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk
lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada
dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu
dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu
timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar
atau dapat juga dijelaskan secara matematika dengan menggunakan Hukum Newton
tentang momen.
4. Ciri khas Teori
Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar
yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep
sendiri. Di samping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum
spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi
materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks,
dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara
terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian
seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan
cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep
dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan.
Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang
siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep
yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Belajar Penemuan berdasarkan teori Jerome s. Bruner
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah
model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan
(discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya
belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen
yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan
menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu
bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar
penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan
meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa
pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran
sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active
learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d.Proses kegiatan
belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir
sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya.
Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian
menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel,
Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki
penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada aspek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel,
konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik
untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap
enaktif, ikonik dan simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap
simbolik.
Ada
tiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu:
1.
Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
2.
Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3.
Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Secara
umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:
1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum
dari teori Bruner ini, dimana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri
dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori
yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan pengalaman
tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini.
2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori
discovery Jerome Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan
terhadap pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas
dan mendalam.
Kelebihan
dan kelemahan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk
materi pelajaran yang bersifat kognetif. Kelemahannya adalah memakan waktu yang
cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus
kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari
DAFTAR PUSTAKA
Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/: akses April 2013
Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jerome-bruner/: akses April 2013
Http://www.anneahira.com/teori-kognitif-bruner.htm: akses April 2013
Max Darsono, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ratna Wilis Dahar, 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
0 komentar:
Post a Comment